Bukti Yang Menunjukkan Bumi Diciptakan Sebelum Langit
Mohammad Dzulkhilmi Ghozalis Salam
Tadris Matematika, Universitas Islam
Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Penciptaan alam semesta, manusia,
langit dan bumi merupakan perkara gaib yang tidak bisa dipikirkan oleh akal
manusia. Penciptaan langit dan bumi merupakan salah satu bentuk kekuasaan Allah
SWT. Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
tentunya memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam proses penciptaannya tidak
ada satu pun makhluk Allah SWT yang mengetahui sehingga Allah SWT meninggalkan
berbagai petunjuk baik bukti secara empiris atau materil yang dapat digunakan
manusia untuk berpikir mengenai proses
penciptaan alam semesta terutama antara langit dan bumi.
Dalam Al-Qur’an Allah telah
menunjukkan bukti bahwa bumi diciptakan terlebih dahulu daripada langit. Hal
tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ
إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Artinya : “Dia (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi
untuk kalian, kemudian Dia menuju langit, lalu menyempurnakannya menjadi tujuh
lapis langit. Dia maha mengetahui atas segala sesuatu.” (Surat Al-Baqarah ayat
29).
Berdasarkan ayat tersebut Kementrian
Agama RI menafsirkan bahwa Allah telah menganugerahkan karunia yang besar kepada manusia, menciptakan
langit dan bumi untuk manusia, untuk diambil manfaatnya, sehingga manusia dapat
menjaga kelangsungan hidupnya dan agar manusia berbakti kepada Allah
penciptanya, kepada keluarga dan masyarakat. Kemudian pada
kalimat “Dia
menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit” memberi
pengertian bahwa Allah menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia, Allah
telah menciptakan langit lalu Allah menyempurnakannya menjadi tujuh langit.
Sedangkan dalam Tafsir Jalalain menyebutkan,
(Dia [Allah] yang menciptakan segala apa yang ada di bumi) seisinya (untuk
kalian) ambil manfaat dan ambil pelajaran darinya. (Kemudian) setelah menciptakan bumi, (Dia menuju) bermaksud pada
(langit, lalu menyempurnakannya) memutuskan langit (menjadi tujuh lapis langit.
Dia maha mengetahui atas segala sesuatu) baik secara umum maupun secara rinci. Kata Tafsir Jalalain, Apakah
manusia tidak mengambil pelajaran bahwa Zat yang kuasa menciptakan alam semesta
pada awalnya juga kuasa untuk menciptakan kembali mereka. Dialah Allah, Zat
yang lebih agung daripada mereka.
Tafsir Quraish Shihab menjelaskan bahwa Sesungguhnya Allah yang harus
disembah dan ditaati adalah yang memberikan karunia kepada kalian dengan
menjadikan seluruh kenikmatan di bumi untuk kemaslahatan kalian. Kemudian bersamaan dengan penciptaan bumi dengan segala manfaatnya,
Allah menciptakan tujuh lapis langit bersusun. Di dalamnya terdapat apa-apa
yang bisa kalian lihat dan apa-apa yang tidak bisa kalian lihat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Adapun Tafsir Ibnu Katsir
menyebutkan bahwa bumi diciptakan lebih dahulu daripada langit sebagaimana
keterangan surah Al-Fushshilat ayat 9-12. Dua ayat ini menjadi dalil bahwa bumi
diciptakan oleh Allah lebih dahulu daripada langit. Kata Imam Ibnu Katsir, Saya
tidak mengetahui perbedaan ulama perihal ini kecuali riwayat yang dikutip Ibnu
Jarir dari Qatadah yang menduga bahwa langit diciptakan lebih dahulu sebelum
bumi dengan dalil Surat An-Nazi‘at ayat 27-31 pada kata “dahāhā”. Imam Ibnu
Katsir mengutip jawaban sahabat Ibnu Abbas RA dalam Shahih Bukhari yang ditanya
perihal ini. Sahabat Ibnu Abbas RA menjawab, “Bumi diciptakan sebelum langit.
Tetapi memang bumi ‘dibentangkan’ setelah langit diciptakan.” Demikian jawaban
serupa banyak ulama tafsir baik zaman dulu maupun kekinian.
Dalam Kitab Ma’alimut Tanzil karya
Imam Al-Baghowi menjelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi pada Surat
Al-Baqarah ayat 29 dimaksudkan agar manusia mengambil pelajaran dan menjadikan
bukti kebesaran Allah. Tetapi sebagian ahli tafsir menyebut penciptaan langit
dan bumi dimaksudkan agar manusia menerima manfaat dari keduanya.
Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya
mengutip pandangan sahabat Ibnu Abbas RA dan mayoritas ulama salaf di bidang
tafsir terkait kata “istawā,” yaitu “naik” ke langit. Sedangkan Ibnu Kaisan,
Al-Farra, dan sekelompok ulama nahwu memahami “istawa” dengan “’menghadapi’
penciptaan langit.” Sebagian ahli tafsir, kata Imam Al-Baghowi, ada juga yang
memahami “istawā” dengan “qashada” atau menuju, bermaksud, atau berkeinginan
karena Allah awalnya menciptakan bumi, kemudian berkeinginan untuk menciptakan
langit. Kemudian Allah menciptakan tujuh lapis langit dengan lurus atau sama
rata tanpa retakan dan pemisahan.
Dalam beberapa tafsir diatas jelas bahwa bumi diciptakan
terlebih dahulu daripada langit agar manusia dapat menjaga kelangsungan hidup
dan berbakti kepada Allah, Kemudian Allah menyempurnakan langit menjadi tujuh
bagian untuk memberi pengertian bahwa Allah menciptakan bumi dan segala isinya
untuk manusia.
Bukti lain yang menjelaskan bahwa
bumi diciptakan sebelum langit juga terdapat dalam Surat An-Nazi’at ayat 30
yang berbumyi :
وَالْاَرْضَ
بَعْدَ ذٰلِكَ دَحٰىهَاۗ
Artinya : Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya.
Berdasarkan ayat
tersebut Kementrian Agama RI menafsirkan bahwa Allah menjadikan bumi terhampar,
sehingga makhluk Allah mudah melaksanakan kehidupan di sana. Ayat ini
menunjukkan bahwa Allah menciptakan bumi lebih dahulu, kemudian menciptakan
langit, kemudian kembali lagi ke bumi dan menghamparkannya untuk kediaman
manusia. Setelah menyiapkan tempat-tempat tinggal, maka Allah menyediakan
segala sesuatu yang diperlukan manusia yaitu tentang makanan dan minuman.
Hal tersebut
juga diperkuat oleh Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi dalam
Tafsir al-Jalalain yang menyatakan bahwa “yakni dijadikan-Nya dalam bentuk
terhampar, sebenarnya penciptaan bumi itu sebelum penciptaan langit, tetapi
masih belum terhamparkan”.
Kemudian dalam
tafsir surat As-Sajdah juga telah diterangkan bahwa bumi diciptakan sebelum
penciptaan langit, tetapi bumi baru dihamparkan sesudah langit diciptakan.
Dengan kata lain, Allah Swt baru mengeluarkan semua yang terkandung di dalam
bumi dengan kekuasaan-Nya ke Alam wujud (setelah langit diciptakan).
Demikianlah makna ucapan Ibnu Abbas dan yang lainnya yang bukan hanya seorang,
kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Dalam hadist
yang diriwayatkan Ibnu Abu Hatim mengatakan,bahwa telah menceritakan kepada
kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far Ar-Ruqqi,
telah menceritakan kepada kami Ubaidillah (yakni Ibnu Umar), dari Zaid ibnu Abu
Anisah, dari Al-Minhal ibnu Amr dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna dahhaha, bahwa makna yang dimaksud ialah mengeluarkan
mata airnya dan tetumbuhannya serta membelah jalan-jalan sungai-sungainya dan
menjadikan padanya gunung-gunung, padang pasir, jalan-jalan, dan
dataran-dataran tingginya. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (An-Nazi’at: 30).
Pada tafsiran
di atas jelas bahwa bumi diciptakan lebih dahulu daripada langit. Pada mulanya
bumi telah diciptakan namun belum dihamparkan, kemudian setelah Allah SWT
menciptakan langit, barulah Allah SWT menghamparkan bumi dengan mengeluarkan
semua yang terkandung di dalam bumi seperti mengeluarkan mata air, tumbuhan,
membelah jalan, sungai dan menjadikan gunung-gunung, padang pasir, dan
dataran-dataran tinggi. Dengan demikian bukti-bukti dalam Al-Qur’an yang telah
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 29 dan An-Nazi’at ayat 30 yang membuktikan
bahwa bumi diciptakan lebih dahulu daripada langit itu benar adanya.
Daftar Rujukan
Thayyarah, Nadiah. 2013. Sains
dalam Al-Qur’an, (Jakarta:penerbitzaman)
Kurniawan,
A. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 29. https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-29-niRcg
. diakses pada
minggu, 12 juni 2022 pukul 20.44.
QuranHadits.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 29. https://quranhadits.com/quran/79-an-nazi-at/an-naziat-ayat-30/
QuranHadits.
Al-Qur’an Surat An-Nazi’at 30. https://quranhadits.com/quran/2-al-baqarah/al-baqarah-ayat-29/